Cerpen terbit di Batam Pos Minggu, 19 Juni 2011
Oleh Junaini Krisnawati
“Hallooowww...! Malam Fresh Audience semuanya. Apa kabar?? Semoga semuanya baik-baik aja yaaa. Malam-malam gini enaknya ditemenin sama Isna di Fresh Radio for you! Jam menunjukkan lima menit lepas dari pukul delapan malam, Isna bakal nemenin Fresh Audience sampai pukul sepuluh nanti, Tentunya di Nadi, Nada Indonesia. Sebelum para Fresher nge-request nada-nada Indonesia, Isna pengen muterin satu nada suara Indonesia dulu, di depan udah ada Geisha with Cinta dan Benci. Fresher stay tune terus di 80.8 Fresh Radio for you!”.
Suara seorang gadis yang kerap disapa Isna itu mengudara dari ruang siaran yang hanya berukuran dua meter kali dua meter. Isna biasa siaran antara pukul 8 hingga pukul 10 malam karena siang hari gadis berusia 19 tahun itu disibukkan dengan kegiatan perkuliahannya di kampus. Malam itu hujan turun sederas-derasnya menambah dingin suasana ruangan siaran Isna yang sudah dilengkapi dengan AC. Hal itu membuat perempuan berjilbab, berparas manis dan memiliki lesung pipit di kedua pipinya itu mengurungkan niatnya untuk pulang ke kost lebih awal. Tetapi, begitu hujan mulai mereda dan memberinya kesempatan untuk keluar ruangan maka Isna langsung bergegas keluar seraya menenteng tasnya dan langsung mencari angkot yang melewati kostnya.
Begitu sampai di kost Isna bukannya buru-buru untuk istirahat tapi malahan dia bergegas membuka laptopnya dan langsung menuju ke alamat emailnya. Baru-baru ini Isna memang memiliki seorang teman bernama Indi tetapi belum pernah ia jumpai. Mereka hanya saling bertukar pikiran melalui email. Katanya temannya ini adalah seorang perempuan sebayanya yang berasal dari keluarga berada tetapi kurang mendapatkan perhatian oleh orang tuanya. Malam itu Isna mendapati email masuk dari Indi yang berisi :
Assalamualakum Isna,
Terima kasih kamu udah mau jadi temanku walaupun hanya via email dan kita belum pernah bertemu. Di sini aku ngga punya teman kayak kamu Is, semua temanku disini menganggapku sombong karena orang tuaku adalah orang kaya dan semua barang-barang yang aku pakai semuanya barang bermerek mahal. Padahal aku tak seperti yang mereka bayangkan. Ini semua gara-gara orang tuaku, mereka melarangku untuk bermain bersama teman-teman di kampus dengan alasan mereka tidak sekaya orang tuaku. Sehingga teman-temanku nggak ada yang mau berteman denganku ulah kesombongan orang tuaku. Sepertinya aku tak sanggup lagi untuk berada di dunia ini. Tapi, terima kasih ya Is kamu udah mau berteman sama aku.Oh ya, gimana aktivitas kamu hari ini??? Pasti hari ini masih seperti hari-hari kamu yang biasanya, gak jauh-jauh dari siaran di radio dan kuliah. Benerkan ???
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Sigap Isna langsung membalas email dari Indi. Isna selalu mengingatkan Indi untuk selalu bersabar dan terus ingat kepada Tuhan karena yang sedang dihadapinya sekarang adalah cobaan semata. Isna menguap seraya terus mengetikkan jari-jarinya di atas laptopnya yang berwarna hitam.
***
Krriiinggg!!! Jam weker Isna menunjukkan pukul 8 pagi. Tanda bahwa Isna harus bersiap-siap untuk berangkat ke kampus karena hari ini ia punya jadwal jam 9 pagi untuk mata kuliah Pemrograman Basis Data. Dengan ligat Isna melompat dari tempat tidur serambi mengambil handuknya tepat tergantung di belakang pintu. Usai mandi, Isan bergegas menuju kampus.
“Fit, gimana tugas? Udah siap?” Tanya Isna kepada sahabatnya Fitri yang baru-baru ini mengikuti jejak Isna menggunakan jilbab.
“Udah sih, tapi gak ngerti juga ah bener atau nggak yang penting aku buat. Hhahaha!” jawab Fitri diakhiri dengan tawanya yang khas. Setiap ditanya tugas pasti jawaban Fitri gak jauh-jauh seperti yang ia bilang tadi.
“Aku juga udah siap kok,” Dewi tiba-tiba nyeletuk, mungkin dia kesal karena nggak ditanya sama Isna.
“Siapa yang nanya Dew? Hhahahah” Fitri menggoda Dewi.
“Iiihhh apalaaaaaaaah,” muka Dewi mulai kusut oleh candanya Fitri.
“Hahahahaha,” mereka bertiga tertawa bersama seraya menaiki tangga menuju ke ruangan laboratorium komputer.
Sesampainya di laboratorium lomputer.
“Dew!” Fitri memanggil Dewi yang sedang asyik dengan kebiasaannya memelintir rambutnya sambil dicium-ciumin.
“Apa Fit?” Dewi menoleh ke arah Fitri.
“Eh Dew, kamu tau nggak anak akuntansi yang sering dicuekin sama temen-temennya, kasihan loh, dia gak pernah punya teman, selalu sendiri bahkan katanya ya dia itu pernah mencoba bunuh diri karena itu tapi masih berhasil diselamatkan,” Fitri bercerita dengan serius dan Dewi hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Iya, aku juga pernah denger, dia dicuekin karena dia sombong kata anak akun yang lain. Jadinya dia stres Fit, terus katanya orang tuanya itu jarang di rumah juga, kerja melulu deh pokoknya.Kasihan yaaaa,” Dewi ikut menambahkan panjang lebar.
“Kok ceritanya sama kayak ceritanya Indi ya?” Isna hanya bertanya di dalam hatinya.
“Oh ya namanya siapa ya?” Isna penasaran dan bertanya kepada Dewi dan Fitri.
“Tauuuuuuu....” jawab Dewi dan Fitri berbarengan.
***
“Fresher semuanya yang mau curhat masih bisa langsung gabung di line telepon. Ya,Isna masih nerima satu orang lagi buat curhat sebelum Isna mengakhiri CurCol, Curhat Colongan hari ini.
“Halo... Halo...!” Isna dengan kegiatan biasanya di malam hari mengudara di Fresh Radio sedang mencoba menghubungkan line telepon dengan audience-nya, kali ini ia membawakan acara curhat di Fresh Radio.
“Halo.....!” terdengar jawaban dari line telepon Isna, tetapi suara itu terdengar sangat lirih.
“Iyaaaa, dengan siapa? Di mana?” sambung Isna semangat, maksudnya supaya orang di seberang sana juga menjawab lebih semangat dari awalnya.
“Saya Putri, di kamar,” masih dengan suara lirihnya.
“Oke. Haiii Putri yang lagi di kamar, kamu kok suaranya gak semangat banget sih?? Mungkin kamu mau curhat hal yang sedih ya? Oke, kamu mau curhat apa? Isna sama Fresher semua udah siap mau dengerin nih,” sambut Isna.
“Fresher semua saya mau curhat tentang kehidupan saya yang saya jalani selama ini. Saya memang terlahir dari keluarga yang kaya raya dan saya akui orang tua saya adalah orang yang sangat sombong akibatnya di kampus saya nggak punya teman satu pun. Mereka mengira sifat saya sama seperti orang tua saya. Tapi itu nggak bener, kalo saya bisa memilih terlahir di keluarga sederhana dan banyak teman maka saya akan memilih itu. Ini bukanlah kemauan saya terlahir di keluarga kaya, tapi kenapa semuanya menyalahkan saya dan nggak ada yang mau berteman dengan saya. Orang tua saya juga gak pernah merhatiin saya sebagai anaknya, mereka selalu sibuk kerja-kerja dan bekerja. Gak pernah ada orang di rumah setiap saya pulang dari kampus. Gak pernah ada orang disaat saya ingin menceritakan kesedihan ataupun kebahagiaan saya. Hidup ini memuakkan. Saya bosan dengan hidup saya. Hidup yang saya jalani sekarang sama aja dengan mati. Gak ada orang tua, gak ada teman, cuma sendirian gak ada siapa-siapa.”
Putri menceritakan kehidupannya dengan berurai air mata dan Isna mengetahui itu dari Putri yang lirih dan terisak-isak. Isna juga berpikiran kalau cerita Putri sama dengan cerita teman emailnya Indi. Tapi cepat-cepat ia tepis pikiran itu karena mungkin banyak yang mengalami hal seperti Indi.
“Hmmm Putri, Isna rasa kehidupan kamu memang menyedihkan, tanpa perhatian orang tua, tanpa teman, tanpa siapapun. Tapi yakin aja semua itu pasti akan ada akhirnya. Kamu gak boleh bilang hidup kamu seperti mati karena kamu masih hidup. Oke? Kamu masih punya Isna di Fresh Radio iya kan?” Isna mencoba menghibur Putri yang masih terisak dalam tangisnya.
“Kamu memang selalu ada buat aku Is, tapi selalu dalam hal yang nggak nyata” sahut Putri tersendat-sendat dalam tangisnya.
Tapi, tiba-tiba Isna terperanjat, apa maksud Putri selalu ada untuknya padahal Isna baru pertama kali ini menerima telepon CurCol dari orang bernana Putri.
“Ohhh oke Putri, hapus air mata kamu, Isna dan Fresher semuanya memang selalu ada untuk kamu,” jawab Isna membuang pikiran negatif terhadap kata-kata Putri sebelumnya.
“Iya, makasih Isna udah jadi teman aku walaupun hanya teman semu,” lag-lagi Putri mengeluaran kalimat aneh yang membuat Isna kaget dan bingung. Tapi lagi-lagi Isna membuang kebingungannya.
“Oke sama-sama Putri, makasih juga udah berbagi cerita kehidupan kamu sama Isna dan Fresher semuanya, bye Putri,” tak lama kemudian terdengar suara telepon ditutup.
***
Sesampai di kamar kostnya, Isna masih terus memikirkan cerita Putri. Isna kembali membuka email-nya. Satu email masuk dari Indi.
Assalamualaikum. Wr. Wb
Isna. Terima kasih karena kamu udah mau dengerin cerita dan keluhan aku selama ini.
Terima kasih karena kamu udah mau jadi teman aku walaupun hanya semu.
Terima kasih karena kamu udah percaya sama aku padahal kita nggak pernah ketemu.
Isna, maaf udah ngerepotin kamu.
Maaf udah buang-buang waktu kamu buat dengerin cerita aku.
Maaf udah nambah-nambah masalah kehidupan aku ke kehidupan kamu.
Di saat aku menulis email ini aku udah dalam keadaan sekarat Is, dan gak ada orang di rumahku. Mungkin disaat kamu membaca email ini aku udah nggak ada.
Maafin aku Is, aku udah ngga sanggup dengan kehidupan aku. Salam sayang dari aku, jangan pernah ngelupain aku!
Terakhir maafin aku udah bohongin kamu dengan nama Putri di radio.
Dan maaf ternyata kita berada dalam jarak yang dekat dan aku nggak berani menegur kamu dalam dunia nyata.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Isna meneteskan air mata setelah membaca email dari Indi itu. Isna sekarang mengerti dengan kata-kata aneh orang yang bernama Putri di radio karena ternyata dugaan Isna benar. Ternyata Putri adalah Indi. Tapi Isna menepis semua kecurigaannya bahwa Indi telah tiada, Isna berpikir positif bahwa Indi hanya bercanda. Email balasan Isna pun terkirim dengan sukses.
Esok harinya Isna masih terus berpikir, Putri bisa menelpon ke line telepon radio tempat Isna bekerja. Jika Putri adalah Indi berarti Indi berada dekat lokasinya dengan Isna karena cakupan Fresh Radio hanya sebatas lokal saja. Dan apa maksud Indi yang tidak berani menegur Isna di dalam dunia nyata.
“Heeiiii,” Dewi dan Fitri tiba-tiba mengagetkan Isna yang sedang duduk melamun di Tambang. Tambang adalah singkatan dari Taman Bangku yang kerap menjadi tempat bercengkerama mahasiswa-mahasiswa di kampus Isna itu.
“Kalian ini, jantungku hampir berhenti berdetak tau!” Isna kesal dengan kelakuan kedua temannya itu.
“Abisnya kamu melamun sih Isnaaa,” celetuk Fitri.
“Mikirin apa sih?” tambah Dewi.
“Nggak mikirin apa-apa kok, nungguin kalian lama banget datengnya.”
“Ohhh... Eh anak akuntansi yang aku ceritain di lab komputer kemarin ingat nggak?” Dewi menggebu-gebu memulai ceritanya.
“Ingat ingat, yang sombong terus gak punya temen itu kan? Kenapa dia Dew?” tanya Fitri penasaran.
“Aku denger kabar dari Lisa anak akuntansi juga kalo dia kemarin bunuh diri dan nggak bisa diselamatkan lagi karena terlambat dan nggak ada siapa-siapa di rumahnya,” Dewi melanjutkan ceritanya tadi yang sempat terputus.
“Hah? Yang bener kamu Dew, namanya siapa sih Dew?” Isna mulai memperlihatkan kegelisahannya karena Isna curiga kalau anak Akuntansi itu adalah Indi ataupun Putri.
“Tadi sih kata Lisa namanya In.. Indi... oh iya Indiyana Putri,” jawab Dewi sedikit lupa nama anak Akuntansi itu.
Tiba-tiba Isna menetekan air matanya. Kini Isna mendapat kesimpulan dari semuanya. Putri dan Indi adalah satu orang yang ternyata satu kampus dengan Isna yaitu Indiyana Putri. Berarti itu maksud perkataan Indi bahwa dia tidak berani menegur Isna dalam dunia nyata.
Hari ini Isna pulang dari kampus lebih awal, Isna langsung menuju kostnya. Sigap Isna membuka laptop dan membuka emailnya. Tidak ada satupun email masuk yang menyatakan dari Indi. Begitu juga dengan lusa, seminggu, sebulan, dua bulan seterusnya Isna tidak pernah mendapatkan balasan emailnya lagi dari Indi.
“Seandainya aku tau kalau anak Akuntansi itu adalah kamu Indi, tak akan aku biarkan kamu selalu sendirian, maafkan aku yang terlambat menyadari ini Indiyana Putri,” Isna hanya membatin seraya meneteskan air matanya.(*)
No comments:
Post a Comment